Selasa, 16 Juli 2013

PELATIHAN GREENSHIP ASSOCIATES PLUS ANGK. III JAKARTA CONVENTION CENTER JAKARTA, 9-11 APRIL 2013








TUGAS  MANDIRI
PAPER





GREEN BUILDING
BEST PRACTICE :  RUMAH TRADISONAL  MINAHASA







Dibuat oleh,
Ir.  Pierre H. Gosal, MEDS





PELATIHAN GREENSHIP ASSOCIATES PLUS ANGK. III
JAKARTA CONVENTION CENTER
JAKARTA,  9-11 APRIL 2013
 



I.                     Pendahuluan

1.1     Latar Belakang

Green Building adalah isu lingkungan yang sangat trend pada abad ini. Istilah ini menjadi tenar karena kekuatiran manusia tentang pemanasan global yang telah dan sementara berlangsung. Ahli-ahli sendiri dari berbagai disiplin ilmu, masih saling bertentangan tentang benar-tidaknya isu pemanasan global itu. Kekhawatiran terhadap terjadinya pemanasan global adalah sangat beralasan. Wikipedia menjelaskan bahwa dalam 100 tahun terakhir temperatur bumi telah meningkat 0,74 ± 0,180 Celcius. Secara sederhana bila pemanasan global ini tidak segera diantisipasi maka dalam waktu 10.000 tahun lagi, suhu bumi kita akan mencapai 1000 Celcius sama dengan titik didih air. Pada kondisi seperti itu Bumi tidak lagi mampu mendukung kehidupan. Sebagai contoh, orang yang ada dalam ruangan bersuhu 430 Celcius telah terjadi kerusakan otak .

 Pemanasan global ditandai oleh naiknya suhu rata-rata lautan dan permukaan planet bumi sejak paruh abad ke-20. Suhu permukaan bumi naik 0,740 (+/-0,180) Celsius sejak awal abad ke-20 sampai akhir abad ke-20. Peningkatan suhu pernukaan bumi ini karena konsentrasi greenhouse gases akibat kegiatan manusia, seperti pembakaran bahan bakar dan deforestasi (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC, 2007). Menurut laporan UN-IPCC tahun 2007, sekitar 30-40 persen penyumbang emisi karbon dioksida berasal dari zona perkotaan dunia.  

Text Box: Sumber: 
The Building Environment. Bradshaw V (2006)

Gambar 1.
Suhu dan reaksi Fisik Tubuh Manusia
Green Building adalah upaya manusia untuk mencegah kerusakan hari esok, menyelamatkan bumi, dengan cara merancang bangunan termasuk bentuk, struktur, konstruksi dan implikasinya melalui suatu proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan serta hemat sumber daya sepanjang siklus hidup bangunan tersebut. Green Building merupakan upaya untuk menghasilkan bangunan dengan menggunakan proses-proses yang ramah lingkungan sejak tahap perencanaan, pelaksanan konstruksi, masa operasional, masa pemeliharaan, renovasi bahkan hingga pembongkaran. Green Building adalah untuk mereduksi dampak lingkungan pada manusia dan alam; perlindungan kesehatan penghuninya dan meningkatkan produktifitas pekerja; mereduksi limbah/buangan padat, cair dan gas, mengurangi polusi/pencemaran padat, cair dan gas serta mereduksi kerusakan lingkungan.

1.2     Tujuan
Tujuan Paper ini adalah untuk mengkaji bangunan dalam konsepGreen Building

II.                    Metodologi  dan Kajian
Paper ini dibuat dengan metode kepustakaan yakni menelusuri dan mengkaji buku-buku kepustakaan yang valid dan mendukung penelitian baik secara langsung maupun tidak langsung. Tugas paper ini bersifat penelitian kwalitatif sebagaimana disampaikan Stake (2010) menyatakan bahwa Special Characteristics of Qualitative Study adalah: It is interpretive; It keys on the meanings of human affairs as seen from different views;  Its researchers are comfortable with multiple meanings; They respect intuition;  On-site observers keep some attention free to recognize unexpected developments; It acknowledges the fact that findings and reports are researcher–subject interactions;  It is experiential; It is empirical; It is field oriented; It emphasizes observations by participants, what they see more than what they feel; etc.

III.                  Kajian Teori
terjadinya Global Warming adalah karena meningkatnya Gas Rumah Kaca di atmosfir Bumi. Menurut Wikipedia bahwa penyebab utama Peningkatan ini menyebabkan terjadinya Efek Rumah Kaca (Green House Effect). Peristiwa alam ini menyebabkan bumi menjadi hangat dan layak ditempati manusia, karena jika tidak ada efek rumah kaca  maka suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih dingin. Gas Rumah Kaca seperti CO2 (Karbon dioksida),CH4(Methan) dan N2O (Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) and SF6 (Sulphur hexafluoride) yang berada di atmosfer dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia terutama yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batubara) seperti pada pembangkitan tenaga listrik, kendaraan bermotor, AC, komputer, memasak.
Untuk dapat menerapkan konsep Green Building maka diperlukan panduan dan kriterianya secara jelas. Jerry Yudelson (2007) dalam  bukunya Green Building A to Z menjelaskan bahwa Green Building dapat mereduksi dampak negatif daripada bangunan yang mencakup 5 aspek besar yaitu sustainable site planning, safeguarding water and water e‹ciency, energy e‹ciency and renewable energy, conservation of materials and resources, indoor environmental quality. Penurunan dampak negatif dikaitkan dengan aplikasi kegiatan Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) di Amerika.
.

Pembangunan berkelanjutan dapat ditelusuri dengan melihat pada  krisis energi (minyak fosil) dan polusi.  Michael Bauwer, dkk (2007) dalam buku “Green Building for Sustainable Architecture” menjelaskan bahwa Konsep Gerakan green building berasal dari kebutuhan dan keinginan untuk praktek lebih hemat energi dan ramah lingkungan konstruksi. Ada sejumlah motif untuk membangun hijau, termasuk lingkungan, manfaat ekonomi, dan sosial. Namun, inisiatif keberlanjutan modern menyebutnya untuk desain terpadu dan sinergis pada konstruksi baru dan dalam perkuatan struktur yang ada. Juga dikenal sebagai desain yang berkelanjutan, pendekatan ini mengintegrasikan membangun siklus hidup satu sama praktek hijau digunakan dengan tujuan untuk menciptakan desain-sinergi di antara praktek yang digunakan.

Green Building di Indonesia telah jalan sejak Green Building CounciL Indonesia merupakan Lembaga NGO (Non Government Organisastion) mulai melaksanakan sertifikasi “Bangunan Hijau” pada bangunan-bangunan di Indonesia. Untuk melaksanakan aktifitas ini maka GBCI telah merilis GREENSHIP Versi 1.0 baik untuk bangunan yang sudah ada (Existing Building) diberi kode EB dan Bangunan Baru (New Building) diberi kode NB.

IV.                  Hasil Pembahasan
Suatu bangunan dapat dikatakan hijau kalau dia telah disertifikasi sebagai bangunan hijau. Tingkatan bangunan hijau menurut GBCI : PLATINUM, GOLD, SILVER, dan BRONZESistim rating adalah suatu alat berisi butir-butir dari aspek penilaian yang disebut rating dan setiap butir rating mempunyai nilai (credit point/poin nilai).  Setiap negara tersebut mempunyai Sistem rating masing-masing, sebagai contoh Amerika Serikat - LEED, Singapura - Green Mark, Australia - Green Star dsb. GBCI  saat ini telah menggunakan Sistem Rating untuk bangunan di Indonesia dengan nama GREENSHIP, sebuah perangkat penilaian yang disusun oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) untuk menentukan apakah suatu bangunan dapat dinyatakan layak bersertifikat "bangunan hijau" atau belum. Sumber GBCI:  http://www.gbcindonesia.org/go-green/greenship/rating-tools.html.

Greenship sebagai sebuah sistem rating terbagi atas enam aspek yang terdiri dari : Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ASD), Efisiensi Energi & Refrigeran (Energy Efficiency & Refrigerant/EER), Konservasi Air (Water Conservation/WAC), Sumber & Siklus Material (Material Resources & Cycle/MRC), Kualitas Udara & Kenyamanan Udara (Indoor Air Health & Comfort/IHC), dan Manajemen Lingkungan Bangunan (Building & Enviroment Management). GBCI (2011) juga telah merilis tools yang masih dalam bentuk draft yaitu Greenship Home.

Greenship Home mengsyartakan KDH untuk bangunan rumah yang akad diases aspek ‘green’ nya. Yang diasses pada rumah adalah desain pasif bangunan rumah yang selajutnya dianalisis building-performance rumah tersebut. Dalam  desain pasif dipertimbangkan antara lain data iklim, orientasi bangunan, material konstruksi, ventilasi, dll. Rumah yang diases akan dilihat kandungan asbestos pada materialnya. Luas area hijau. Infrastruktur pendukung. Aksesibilitas Komunitas. Pencahayaan buatan dan reduksi panas. Hemat air, dst.

V.                   Best Practice Bangunan Tradisional: Rumah Tradisional Minahasa
Untuk meninjau aspek “hijau” Rumah Tradisional Minahasa secara umum, maka tentu aspek-aspek yang digunakan adalah kaidah-kaidah umum dari konsep green building yang umum karena rumah disini tidak merujuk pada sebuah bangunan rumah dengan alamat tertentu tertentu tetapi Typical Rumah Tradisional di Minahasa. Rumah Tradisional Minahasa adalah rumah yang dibangun dengan cara tradisional dengan menggunakan material kayu dan memiliki ciri-ciri tradisional. Ciri-ciri tradisional adalah bahwa rumah-rumah ini memiliki typologi yang sama dalam bentuk denah (dan penataan interior). Fasade bangunan yang memiliki tangga akses didepan 2 buah dengan perletakan simetris serta atap yang terbuat dari bahan daun pohon aren dan sejenisnya atau atap rumbia yang disebut masyarakat lokal dengan “katu”.

Cara membangun rumah tradisionalpun tidak sembarangan. Rumah tradisional dibangun setelah melalui suatu upacara adat yang dipimpin oleh walian setempat (tokoh masyarakat dibidang spiritual dan sangat disegani). Jaman dahulu rumah tradisional dibangun dengan cara gotong-royong (mapalus). Keluarga yang baru berumah-tangga (menikah) akan tinggal bersama dengan orang tua. Berbekal harta orang tua yang diberikan pada saat perkawinan, para keluarga baru ini dalam kelompok (biasanya 10 s/d 20 keluarga) akan mebentuk kelompok yang disebut kelompok mapalus-wale dengan seorang koordinator yang disebut “mawali-wali”. Keluarga yang rumahnya mendapat giliran dibangun disebut “makawale". Kelompok ini secara arisan akan membangun rumah satu-persatu sampai semua rumah anggota kelompok terbangun. Proses membangunpun terjadi dengan cepat karena dikerjakan dengan wajib seluruh anggotanya.

Rumah Tradisional Minahasa bila dilihat dari “bangunan hijau” sangat terasa memenuhi banyak kaidah bangunan hijau. Istilah bangunan hijau merupakan suatu upaya untuk menghasilkan bangunan dengan menggunakan proses-proses yang ramah lingkungan, penggunaan sumber daya secara efisien selama daur hidup bangunan sejak perencanaan, pembangunan, operasional, pemeliharaan, renovasi bahkan hingga pembongkaranMaterial utama Rumah Tradisional Minahasa adalah kayu. Kayu adalah satu-satunya “renewable material” sehingga ini merupakan faktor utama mengapa Rumah Tradisional disebut memenuhi kriteria bangunan hijau. Material kayu tidak merusak alam ketika diambil dari hutan. Tradisi tata-cara pengambilan kayu dihutan secara tidak langsung telah merupakan konservasi dan pelestarian hutan. Pengambilan kayu di hutan dipimpin oleh tonaas (pemuka masyarakat) setelah diarahkan oleh wailan. Agama suku yang mempercayai bahwa pohon-pohon besar merupakan rumah para opo-opo, serta tempat burung manguni dikenal dengan nama burung hantu (mediator antara wailan dan opo-opo) sehingga pemilihan kayu dilakukan secara sangat hati-hati.

Rumah ini sangat efisien dalam penggunaan energi karena semua material utama diperoleh secara lokal sehingga embodied energi relatif jauh lebih kecil dibandingkan dengan rumah beton maupun metal. Pemanfaatan air dalam proses pembangunan nyaris tidak ada. Rumah tradisional yang moduler dan standar dimana ukuran-ukuran kayu serta jenis konstruksi bangunan yang sama, konstruksi sambungan kayu yang sama cenderung memberi efek efisiensi karena dalam pengaturan material semuanya dapat diprediksi dan terukur. Rumah ini tidak menggunakan beton atau cemen, meskipun barang ini telah diperkenalkan sejak Abad Ke-18 di Minahasa. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dijaman kolonial, pengaruh eropah telah merubah tatanan kemasyarakatan dan kearifan ini cenderung menurun. Orang Eropah dianggab lebih tinggi derajat dari Masayarakat Lokal dan inipun diaplikasikan kepada rumah tinggal. Masih banyak orang tua menganggab bahwa rumah beton lebih tinggi gengsinya dari rumah kayu dan rumah kayu hanya untuk orang miskin.

Text Box: Gambar 3
Struktur Rumah Tradisional Minahasa
Rumah Tradisional Minahasa Dapat Dikatakan Sebagai Bangunan Hijau Karena : Menggunakan Kayu Sebagai Bahan Baku Utama Dimana Kayu Adalah Satu-Satunya Renewable Material . Tidak Menggunakan Beton Sementara Beton Adalah Salah Satu Agen Yang Merusak Lingkungan Karena Memproduksi Limbah Co2 Yang Sangat Besar. Bentuk Panggung Memberikan  Peluang Terjadinya Thermal Comfort didalam Ruang Karena Hembusan Angin  Pada Bagian Bawah Rumah Akan Mendinginkan Lantai Papan. Rumah Tradisional Minahasa Secara Struktural Merupakan Bangunan Tahan Gempa Dan Sangat Cocok Untuk Tempat Tinggal Di Minahasa Yang Masuk Wilayah  Gempa  5 (Sni 1762-2002)
VI.                  Kesimpulan
Bangunan Hijau atau Green building merupakan upaya untuk menghasilkan bangunan dengan menggunakan proses-proses yang ramah lingkungan, penggunaan sumber daya secara efisien selama daur hidup bangunan sejak perencanaan, pembangunan, operasional, pemeliharaan, renovasi bahkan hingga pembongkaran. Suatu bangunan dapat dikatakan hijau kalau dia telah disertifikasi sebagai bangunan hijau. Tingkatan bangunan hijau menurut GBCI : PLATINUM, GOLD, SILVER, dan BRONZE. Poin yang harus diraih untuk memperoleh peringkat Green.  Rumah Tradisional Minahasa adalah Bangunan Hijau. Hal ini dapat dijelaskan dengan secara teoritis dimana faktor utama yang menjadikan bangunan ini hijau adalah material. Material penyusun Rumha Tradisional Minahasa semua bersumber lokal dan dari bahan kayu. Kayu adalah satu-satunya material bangunan yang terbaharui (renewable building material)
VII.                Daftar Kepustakaan
Bauer Michael dkk, 2007, GREEN BUILDING-GUIDEBOOK FOR SUSTANABLE ARCHITECTURE, Springer, Stutgart-Germany
Bradshaw V, 2006, THE BUILDING ENVIRONMENT: PASSIVE AND ACTVE CONTROL SYSTEM, John Willey and SonInc, New Jersey US
Green Building Council Indonesia (GBCI), 2010,  RATING TOOLS EXISTING BUILDING VERSION 1,0. GBCI Jakarta.

Yudelson J, 2007, GREEN BUILDING A TO Z; UNDERSTANDING THE LANGUAGE OF GREEN BUILDING,  New Society Publishers,  Gabriola Island, BC-Canada.

Selasa, 09 Juli 2013

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT MINAHASA MEMBANGUN RUMAH TINGGAL YANG HIJAU DAN NYAMAN

Masyarakat Minahasa saat ini menempati rumah dalam berbagai bentuk dan jenis. Sebagaimana perjalanan waktu, dan semakin maju teknologi terutama dalam teknologi informatika telah merembet jauh dalam pemikiran manusia sampai pada cara-cara membangun rumah baik model, penggunaan material dan cara membangun.  Dengan melihat-lihat internet, televisi dan media-media lainnya, manusia meniru-niru bentuk-bentuk bangunan rumah di daerah lain baik dalam maupun luar negeri dan seringkali itu dilakukan tanpa berpikir, sehingga terciptalan dunia sekarang dimana rumah bergaya eropah, spanyol dan lain-lain. Dalam banyak hal, rumah-rumah hasil meniru ini  justru tidak memberikan kenyamanan pada penghuninya.
Dalam tugas ini, akan dikaji idea original masyarakat Minahasa sejak aman dahulu sampai saat ini dalam membangun rumah tinggal yang terbuat dari material kayu. Hal ini dapat dikatakan sebagai bagian dari budaya karena kebudayaan dapat berupa (1) ideas, (2) activities, (3) artifacts ( Honigman J.J dalam  The World of Man, Herper & Brother, 1959). Lebih jelas lagi dengan  Koentjaraningrat dalam Pengantar Ilmu Anthropologi 1986, yang mengatakan bahwa sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai apa yang mereka anggab bernilai, berharga, penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan pada warga masyarakat tadi.

Membangun rumah tinggal merupakan bagian kebudayaan. Dan dari sejarah Masyarakat Minahasa dapat diketahui bahwa Rumah Kayu adalah rumah yang hadir sebagai idea asli Orang Minahasa. Rumah kayu telah mengalami perkembangan dari waktu-ke waktu. Dan tugas ini akan mengkaji bagaimana rumah ini dipandang dari sisi “hijau” dan “nyaman” yang bila hal itu ternyata memiliki unsur kebenaran maka inilah Kearifan Lokal Masyarakat Minahasa. Karena menurut Antariksa dalam makalahnya berjudul  Kearifan Lokal dalam Arsitektur Perkotaan dan Lingkungan Binaan Tahun 2011, kearifan lokal  merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat, berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral maupun profan. 

ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA AHLI DAN TENAGA TERAMPIL DI PROVINSI SULAWESI UTARA

Kebutuhan Tenaga Ahli dan Trampil Pada Perusahaan Jasa Perencana/Pengawas Konstruksi
Pierre H. Gosal

Dinamika dalam bidang Jasa Konstruksi terjadi terus-menerus sepanjang masa selama bangsa ini masih membangun secara fisik. Dinamika yang kuat ini terjadi hampir diseluruh tingkatan mulai dari nasional sampai lokal. Hal ini terjadi karena aktifitas pembangunan yang terus meningkat. Dinamika pembangunan yang meningkat dengan percepatan ini terbaca dalam APBN dari tahun ke tahun dimana pemerintah mengalokasikan dana pengembangan infrastruktur yang semakin lama semakin besar. Percepatan ini membutuhkan tenaga-tenaga jasa konstruksi yang makin lama makin banyak. Hal ini akan semakin rumit bila tenaga-tenaga ini dikaitkan dengan mutu, kwalitas, building capacity dan sebagainya.

Sulawesi Utara merupakan provinsi yang terletak pada sisi Pacific Rim. Situasi ini sejak lama telah diramalkan akan menjadi geo-posisi strategis. Sam Ratulangi, pada abad 18 menulis suatu kajian berjudul Indonesia di Pacific dimana dengan menggambarkan betapa strategisnya kawasan sulawesi utara yang. Pacific Rim yang menghubungkan negara-negara besar di Asia Tenggara, Asia Timur, Canada, US, dan Amerika Selatan bakal menjadi sutu jalur laut yang ramai ketika negara-negara di Asia ini berkembang. Sepertinya analisis-analisis di masa yang lalu mengandung kebenaran-kebanaran ketika kita melihat perkembangan di Asia yang sangat cepat dengan Korea, China, Taiwan dan Jepang sebagai prime-movernya. Kemudian, kekuatan-kekuatan kedua di Asia seperti Singapore, Malaysia, Thailand, Phlipine dan Indonesia mulai menampakan kemajuannya.Dari sisi lain, provinsi yang relatif aman dan tenang ini menjadi tempat berpindah masyarakat yang pada waktu yang lalu mengalami kerusuhan di wilayah yang berbatasan dengannya seperti Maluku, Halmahera Utara, dan Sulawesi Tengah. Selain jaraknya dekat, keamanan di tempat ini yang sangat terjaga menjadikan wilayah ini tempat yang dipilih sebagai tempat tinggal. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berpindahnya modal investasi semakin membuat Sulawesi Utara lebih dinamis termasuk jasa konstruksinya.

Penjelasan diatas mengantar pada salah satu aspek penting dalam dunia jasa-konstruksi yaitu “tenaga kerja konstruksi”. Siapapun dia yang saat ini bekerja atau berkecimpung dalam bidang jasa-konstruksi di Sulawesi Utara akan merasakan bahwa jumlah tenaga-kerja belum cukup untuk mendukung pekerjaan-pekerjaan konstruksi saat ini, baik pekerjaan konstruksi yang ‘goverment expenditure’ yang dibiayai APBN dan APBD maupun yang dibiayai pihak swasta daam bentuk investasi. Kekurangan tenaga ini telah menjadi pembicaraan banyak pihak termasuk didalam LPJK Provinsi Sulawesi Utara dalam setiap kesempatan.
Masalah yang dihadapi dunia jasa konstruksi di Sulawesi Utara adalah berapa banyak tenaga ahli dan tenaga trampil yang dibutuhkan disini agar pembangunan dapat terjadi secara kontinyu.

Dari hasil penelitian terhadap kebutuhan tenaga ahli dan tenaga terampil oleh perusahaan jasa konsultan di Sulawesi Utara diperoleh hasil bahwa sebelum Tahun 2012 telah terjadi kesenjangan antara kebutuhan tenaga ahli / tenaga terampil dan ketersediaan tenaga ahli / tenaga terampil. Kekurangan ini masih terus terjadi dan melihat trend pertumbuhan akan terus terjadi dengan kesenjangan yang semakin besar.
 










Sumber : Hasil Kajian Tim Peneliti LPJKD 2012
Gambar 1.
 Trend Kebutuhan dan Ketersediaan Tenaga Ahli Untuk
 Perusahaan Jasa Konsultansi  di Sulawesi Utara

 














Sumber : Hasil Kajian Tim Peneliti LPJKD 2012
 Gambar 2.
 Trend Kebutuhan dan Ketersediaan Tenaga Terampil  Untuk
 Perusahaan Jasa Konsultansi  di Sulawesi Utara



Kesenjangan ini terjadi akibat 2 faktor yaitu :
A.      Kesulitan dalam memproses sertifikat baik SKA maupun SKT sebab untuk SKA kecuali HPJI, semuanya harus diurus di Jakarta.
B.      Produk Sarjana Teknik dan Lulusan SMA/SKA tidak cukup banyak di Sulawesi Utara sehingga tidak dapat mendukung kebutuhan tenaga kerja konstruksi.


Untuk menanggulanggi kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga ahli maka diperlukan suatu upaya berupa:

1.      Meningkatkan Jumlah lulusan sarjana teknik dari perguruan tinggi  di Sulawesi Utara yaitu
A.      Universitas Sam Ratulangi
B.      Universitas Negeri Manado
C.      Universitas Kristen Indonesia Tomohon
Tiga Universitas ini harus dapat memproduksi jumlah sarjana teknik sebanyak

Tahun
Jumlah
2013
1.568
2014
1.712
2015
1.854
2020
2.568
2025
3.282

Jumlah ini adalah hanya untuk kebutuhan perusahaan dan pekerjaan konstruksi dari perusahaan jasa konsultan di Sulwesi Utara dan belum termasuk dengan kebutuhan Perusahaan Jasa Pelaksana.

Untuk hal ini perlu LPJK Provinsi menggelar seminar sehari dengan pihak perguruan tinggi diatas untuk menjelaskan kebutuhan pasar tenaga ahli yang perlu dicermati oleh perguruan tinggi di Sulawesi Utara. Informasi ini harsu sesegera mungkin dibahas dan hasilnya perlu dipublikasi seluas-luasnya agar masyarakat Sulawesi Utara juga dapat memikirkan dan menanggapi.

2.      Melaksanakan pelatihan tenaga terampil untuk sertifikasi tenaga terampil.
Kekurangan tenaga terampil harsu disiasati dengan meingkatkan jumlah lulusan SMK dan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan tenaga terampil baik oleh asosiasi, dan oleh pemerintah. Kekurangan tenaga terampil yang diperlukan perusahaan jasa konsultansi ini adalah tenaga terampil yang dibutuhkan untuk pekerjaan administrasi di Kantor Konsultan dan Tenaga Terampil yang digunakan oleh perusahaan konsultan ketika akan melaksanakan pekerjaan jasa konsultansi yang diperolehnya. Pelatihan tenaga terampil harus mencapai jumlah sebagai berikut:



Tahun
Jumlah
2013
894
2014
932
2015
969
2020
1.157
2025
1.344

Institusi yang memproduksi tenaga terampil yakni SMK yang ada di Sulswesi Utara termasuk juga SMU perlu segera mengetahui hal ini agar dapat dicermati dan menentukan kebijakan tertentu dalam rangka meningkatkan jumlah calon tenaga terampil.

Sosialisasi melalui media-media publik juga perlu dilakukan agar masyarakat mengetahui dan turut berpikir dalam rangka meningkat jumlah tenaga terampil.


3.      Mengefektifkan peran Asosiasi Profesi yang ada di Sulawesi Utara yaitu:
A.      Persatuan Insinyur Indonesia
B.      Ikatan Arsitek Indonesia
C.      Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia
D.     Asosiasi Tenaga Ahli Konstruksi Indonesia
Maksud efektifitas yaitu Asosiasi Melakukan Sertifikasi Keahlian di Daerah dimana SKA Ahli Muda (pratama) dan SKA Ahli Madya dikeluarkan di daerah. Rencana ini telah diperjuangkan oleh LPJK, untuk itu Peraturan Lembaga tentang sertifikasi tenaga ahli ini agar dipercepat.