TUGAS MANDIRI
PAPER
GREEN BUILDING
BEST PRACTICE
: RUMAH TRADISONAL MINAHASA
Dibuat oleh,
Ir. Pierre H. Gosal, MEDS
PELATIHAN GREENSHIP ASSOCIATES PLUS ANGK. III
JAKARTA CONVENTION CENTER
JAKARTA, 9-11 APRIL 2013
I.
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Green
Building adalah isu lingkungan yang sangat trend pada abad ini. Istilah ini
menjadi tenar karena kekuatiran manusia tentang pemanasan global yang telah dan
sementara berlangsung. Ahli-ahli sendiri dari berbagai disiplin ilmu, masih
saling bertentangan tentang benar-tidaknya isu pemanasan global itu. Kekhawatiran
terhadap terjadinya pemanasan global adalah sangat beralasan. Wikipedia menjelaskan
bahwa dalam 100 tahun terakhir temperatur bumi telah meningkat 0,74 ± 0,180
Celcius. Secara sederhana bila pemanasan global ini tidak segera diantisipasi
maka dalam waktu 10.000 tahun lagi, suhu bumi kita akan mencapai 1000
Celcius sama dengan titik didih air. Pada kondisi seperti itu Bumi tidak lagi
mampu mendukung kehidupan. Sebagai contoh, orang yang ada dalam ruangan bersuhu
430 Celcius telah terjadi kerusakan otak .
Pemanasan global ditandai oleh naiknya suhu rata-rata lautan
dan permukaan planet bumi sejak paruh abad ke-20. Suhu permukaan bumi naik 0,740 (+/-0,180) Celsius sejak awal abad ke-20
sampai akhir abad ke-20. Peningkatan suhu pernukaan bumi ini karena konsentrasi greenhouse gases akibat kegiatan manusia,
seperti pembakaran bahan bakar dan deforestasi (Intergovernmental Panel on
Climate Change/IPCC, 2007). Menurut laporan UN-IPCC tahun 2007, sekitar 30-40
persen penyumbang emisi karbon dioksida berasal dari zona perkotaan dunia.
Green
Building adalah upaya manusia untuk mencegah kerusakan hari esok, menyelamatkan
bumi, dengan cara merancang bangunan termasuk bentuk, struktur, konstruksi dan
implikasinya melalui suatu proses yang
bertanggung jawab terhadap lingkungan serta hemat sumber daya sepanjang siklus hidup
bangunan tersebut. Green
Building
merupakan upaya untuk menghasilkan bangunan dengan menggunakan proses-proses
yang ramah lingkungan sejak tahap perencanaan, pelaksanan konstruksi, masa
operasional, masa pemeliharaan, renovasi bahkan hingga pembongkaran. Green Building
adalah untuk
mereduksi dampak lingkungan pada manusia dan alam; perlindungan kesehatan
penghuninya
dan meningkatkan produktifitas pekerja; mereduksi limbah/buangan padat, cair
dan gas, mengurangi polusi/pencemaran padat, cair dan gas serta mereduksi
kerusakan lingkungan.
1.2
Tujuan
Tujuan
Paper ini adalah untuk mengkaji bangunan dalam konsep “Green Building”
II.
Metodologi dan Kajian
Paper ini dibuat dengan metode kepustakaan yakni menelusuri dan mengkaji buku-buku
kepustakaan yang valid dan mendukung penelitian baik secara langsung maupun
tidak langsung. Tugas paper ini bersifat
penelitian kwalitatif sebagaimana disampaikan Stake (2010) menyatakan bahwa Special Characteristics of Qualitative
Study adalah: It is interpretive; It keys on the meanings of human
affairs as seen from different views;
Its researchers are comfortable with multiple meanings; They respect
intuition; On-site observers keep some
attention free to recognize unexpected developments; It acknowledges the fact
that findings and reports are researcher–subject interactions; It is
experiential; It is empirical; It is field oriented; It emphasizes
observations by participants, what they see more than what they feel; etc.
III.
Kajian Teori
terjadinya
Global Warming adalah karena meningkatnya Gas Rumah Kaca di atmosfir Bumi. Menurut Wikipedia bahwa penyebab utama Peningkatan
ini menyebabkan terjadinya Efek Rumah Kaca (Green House Effect). Peristiwa alam ini menyebabkan bumi menjadi hangat dan layak
ditempati manusia, karena jika tidak ada efek rumah kaca maka suhu permukaan bumi akan 33 derajat
Celcius lebih dingin. Gas Rumah Kaca seperti CO2 (Karbon
dioksida),CH4(Methan) dan N2O (Nitrous
Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) and SF6
(Sulphur hexafluoride) yang berada di atmosfer dihasilkan dari berbagai
kegiatan manusia terutama yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil
(minyak, gas, dan batubara) seperti pada pembangkitan tenaga listrik, kendaraan
bermotor, AC, komputer, memasak.
Untuk
dapat menerapkan konsep Green Building maka diperlukan panduan dan kriterianya
secara jelas. Jerry
Yudelson (2007) dalam
bukunya “Green
Building A to Z”
menjelaskan bahwa Green Building dapat
mereduksi dampak negatif daripada bangunan yang mencakup 5 aspek besar yaitu sustainable site planning, safeguarding water
and water e‹ciency, energy e‹ciency and
renewable energy, conservation of materials and resources, indoor environmental quality. Penurunan dampak negatif
dikaitkan dengan aplikasi kegiatan Leadership
in Energy and Environmental Design (LEED) di Amerika.
.
Pembangunan berkelanjutan dapat ditelusuri dengan melihat pada krisis energi (minyak fosil) dan polusi. Michael
Bauwer,
dkk (2007)
dalam buku “Green Building for Sustainable Architecture” menjelaskan bahwa Konsep Gerakan green
building berasal dari kebutuhan dan keinginan untuk praktek lebih hemat energi
dan ramah lingkungan konstruksi. Ada sejumlah motif untuk membangun hijau,
termasuk lingkungan, manfaat ekonomi, dan sosial. Namun, inisiatif
keberlanjutan modern menyebutnya untuk desain terpadu dan sinergis pada
konstruksi baru dan dalam perkuatan struktur yang ada. Juga dikenal sebagai
desain yang berkelanjutan, pendekatan ini mengintegrasikan membangun siklus
hidup satu sama praktek hijau digunakan dengan tujuan untuk menciptakan
desain-sinergi di antara praktek yang digunakan.
Green Building
di Indonesia telah jalan sejak Green Building
CounciL
Indonesia merupakan Lembaga NGO (Non Government Organisastion) mulai melaksanakan sertifikasi “Bangunan Hijau” pada
bangunan-bangunan di Indonesia. Untuk
melaksanakan aktifitas ini maka GBCI telah merilis GREENSHIP Versi 1.0 baik
untuk bangunan yang sudah ada (Existing Building) diberi kode EB dan Bangunan
Baru (New Building) diberi kode NB.
IV.
Hasil Pembahasan
Suatu bangunan
dapat dikatakan hijau kalau dia telah disertifikasi sebagai bangunan hijau.
Tingkatan bangunan hijau menurut GBCI : PLATINUM,
GOLD, SILVER, dan BRONZE. Sistim rating
adalah suatu alat berisi butir-butir dari aspek penilaian yang disebut rating
dan setiap butir rating mempunyai nilai (credit point/poin nilai). Setiap negara tersebut mempunyai Sistem
rating masing-masing, sebagai contoh Amerika Serikat - LEED, Singapura - Green
Mark, Australia - Green Star dsb. GBCI saat ini telah menggunakan Sistem
Rating untuk bangunan
di Indonesia dengan nama GREENSHIP, sebuah perangkat penilaian yang disusun oleh Green
Building Council Indonesia (GBCI) untuk menentukan apakah suatu bangunan dapat
dinyatakan layak bersertifikat "bangunan hijau" atau belum. Sumber
GBCI: http://www.gbcindonesia.org/go-green/greenship/rating-tools.html.
Greenship sebagai sebuah sistem rating terbagi atas enam
aspek yang terdiri dari : Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ASD), Efisiensi Energi & Refrigeran (Energy Efficiency & Refrigerant/EER), Konservasi Air (Water Conservation/WAC), Sumber & Siklus Material (Material Resources & Cycle/MRC), Kualitas Udara & Kenyamanan
Udara (Indoor Air Health &
Comfort/IHC), dan Manajemen Lingkungan Bangunan (Building & Enviroment Management). GBCI (2011) juga telah merilis tools yang masih dalam bentuk draft yaitu
Greenship Home.
Greenship Home mengsyartakan KDH untuk bangunan rumah yang akad diases
aspek ‘green’ nya. Yang diasses pada rumah adalah desain pasif bangunan rumah
yang selajutnya dianalisis building-performance rumah tersebut. Dalam desain pasif dipertimbangkan antara lain data
iklim, orientasi bangunan, material konstruksi, ventilasi, dll. Rumah yang
diases akan dilihat kandungan asbestos pada materialnya. Luas area hijau.
Infrastruktur pendukung. Aksesibilitas Komunitas. Pencahayaan buatan dan reduksi
panas. Hemat air, dst.
V.
Best Practice
Bangunan Tradisional: Rumah Tradisional Minahasa
Untuk meninjau aspek “hijau” Rumah Tradisional Minahasa
secara umum, maka tentu aspek-aspek yang digunakan adalah kaidah-kaidah umum
dari konsep green building yang umum karena rumah disini tidak merujuk pada
sebuah bangunan rumah dengan alamat tertentu tertentu tetapi Typical Rumah
Tradisional di Minahasa. Rumah
Tradisional
Minahasa adalah rumah yang dibangun dengan cara tradisional
dengan menggunakan material kayu dan memiliki ciri-ciri tradisional. Ciri-ciri
tradisional adalah bahwa rumah-rumah ini memiliki typologi yang sama dalam
bentuk denah (dan penataan interior). Fasade bangunan
yang memiliki tangga akses didepan 2 buah dengan perletakan simetris serta atap
yang terbuat dari bahan daun pohon aren dan sejenisnya atau atap rumbia yang
disebut masyarakat lokal dengan “katu”.
Cara membangun rumah tradisionalpun tidak sembarangan. Rumah
tradisional dibangun setelah melalui suatu upacara adat yang dipimpin oleh
walian setempat (tokoh masyarakat dibidang spiritual dan sangat disegani).
Jaman dahulu rumah tradisional dibangun dengan cara gotong-royong (mapalus).
Keluarga yang baru berumah-tangga (menikah) akan tinggal bersama dengan orang
tua. Berbekal harta orang tua yang diberikan pada saat perkawinan, para
keluarga baru ini dalam kelompok (biasanya 10 s/d 20
keluarga) akan mebentuk kelompok yang disebut kelompok mapalus-wale dengan seorang koordinator yang disebut “mawali-wali”. Keluarga yang rumahnya
mendapat giliran dibangun disebut “makawale".
Kelompok ini secara arisan akan membangun rumah satu-persatu sampai semua rumah
anggota kelompok terbangun. Proses membangunpun terjadi dengan cepat karena
dikerjakan dengan wajib
seluruh anggotanya.
Rumah
Tradisional Minahasa bila dilihat dari “bangunan hijau” sangat terasa memenuhi banyak kaidah bangunan hijau. Istilah bangunan hijau merupakan suatu upaya untuk
menghasilkan bangunan dengan menggunakan proses-proses yang ramah lingkungan,
penggunaan sumber daya secara efisien selama daur hidup bangunan sejak
perencanaan, pembangunan, operasional, pemeliharaan, renovasi bahkan hingga
pembongkaran. Material
utama Rumah Tradisional Minahasa adalah kayu. Kayu adalah satu-satunya
“renewable material” sehingga ini merupakan faktor utama mengapa Rumah
Tradisional disebut memenuhi kriteria bangunan hijau. Material kayu tidak
merusak alam ketika diambil dari hutan. Tradisi tata-cara pengambilan kayu
dihutan secara tidak langsung telah merupakan konservasi dan pelestarian hutan.
Pengambilan kayu di hutan dipimpin oleh tonaas (pemuka masyarakat) setelah
diarahkan oleh wailan. Agama suku yang mempercayai bahwa pohon-pohon besar
merupakan rumah para opo-opo, serta tempat burung manguni dikenal dengan nama
burung hantu (mediator antara wailan dan opo-opo) sehingga pemilihan kayu
dilakukan secara sangat hati-hati.
Rumah ini sangat efisien dalam penggunaan
energi karena semua material utama diperoleh secara lokal sehingga embodied
energi relatif jauh lebih kecil dibandingkan dengan rumah beton maupun metal.
Pemanfaatan air dalam proses pembangunan nyaris tidak ada. Rumah tradisional
yang moduler dan standar dimana ukuran-ukuran kayu serta jenis konstruksi
bangunan yang sama, konstruksi sambungan kayu yang sama cenderung memberi efek
efisiensi karena dalam pengaturan material semuanya dapat diprediksi dan
terukur. Rumah ini tidak menggunakan beton atau cemen, meskipun barang ini
telah diperkenalkan sejak Abad Ke-18 di Minahasa. Tetapi tidak dapat disangkal
bahwa dijaman kolonial, pengaruh eropah telah merubah tatanan kemasyarakatan
dan kearifan ini cenderung menurun. Orang Eropah dianggab lebih tinggi derajat
dari Masayarakat Lokal dan inipun diaplikasikan kepada rumah tinggal. Masih
banyak orang tua menganggab bahwa rumah beton lebih tinggi gengsinya dari rumah
kayu dan rumah kayu hanya untuk orang miskin.
Rumah Tradisional Minahasa Dapat Dikatakan Sebagai
Bangunan Hijau Karena : Menggunakan
Kayu Sebagai Bahan Baku Utama Dimana Kayu Adalah Satu-Satunya Renewable
Material . Tidak Menggunakan Beton Sementara Beton Adalah Salah Satu Agen Yang
Merusak Lingkungan Karena Memproduksi Limbah Co2 Yang Sangat Besar. Bentuk
Panggung Memberikan Peluang Terjadinya
Thermal Comfort didalam Ruang Karena Hembusan Angin Pada Bagian Bawah Rumah Akan Mendinginkan
Lantai Papan. Rumah
Tradisional Minahasa Secara Struktural Merupakan Bangunan Tahan Gempa Dan
Sangat Cocok Untuk Tempat Tinggal Di Minahasa Yang Masuk Wilayah Gempa
5 (Sni 1762-2002)
VI.
Kesimpulan
Bangunan Hijau atau Green building
merupakan upaya untuk menghasilkan bangunan dengan menggunakan proses-proses
yang ramah lingkungan, penggunaan sumber daya secara efisien selama daur hidup
bangunan sejak perencanaan, pembangunan, operasional, pemeliharaan, renovasi
bahkan hingga pembongkaran. Suatu
bangunan dapat dikatakan hijau kalau dia telah disertifikasi sebagai bangunan
hijau. Tingkatan bangunan hijau menurut GBCI : PLATINUM, GOLD, SILVER, dan BRONZE.
Poin yang harus diraih untuk memperoleh peringkat Green. Rumah Tradisional Minahasa adalah
Bangunan Hijau. Hal ini dapat dijelaskan dengan secara teoritis dimana faktor
utama yang menjadikan bangunan ini hijau adalah material. Material penyusun Rumha
Tradisional Minahasa semua bersumber lokal dan dari bahan kayu. Kayu adalah
satu-satunya material bangunan yang terbaharui (renewable building material)
VII.
Daftar Kepustakaan
Bauer Michael dkk, 2007, GREEN BUILDING-GUIDEBOOK FOR SUSTANABLE ARCHITECTURE, Springer,
Stutgart-Germany
Bradshaw V, 2006, THE
BUILDING ENVIRONMENT: PASSIVE AND ACTVE CONTROL SYSTEM, John Willey and
SonInc, New Jersey US
Green Building Council Indonesia (GBCI), 2010, RATING
TOOLS EXISTING BUILDING VERSION 1,0. GBCI Jakarta.
Yudelson J,
2007, GREEN BUILDING A TO Z;
UNDERSTANDING THE LANGUAGE OF GREEN BUILDING, New Society Publishers, Gabriola Island, BC-Canada.